[Sabtu Berbagi] pada tanggal 2 Mei ini dibawakan oleh Ida Sulawati, seorang ibu yang sudah menjadi nenek, berbisnis kain sutra, dan berdomisili di Sengkang (Kabupaten Wajo).
![]() |
Sumber gambar: www.beyouinternational.com |
Karena
pengalaman tulis menulis saya masih sangat minim dan masih harus belajar banyak
dari teman semua, maka pada kesempatan ini saya mau sharing tentang kegiatan
saya berkomunitas dengan ibu-ibu di sini (Sengkang).
Alhamdulillah,
sekitar lima tahun lalu saya mengenal satu komunitas kajian melalui pintu
ruqyah. Tentang ruqyah ini tidak usah saya ceritakan ya, karena bakalan
panjaaang dan bercabang-cabang. Hehehe
Dari
komunitas tersebut akhirnya saya mendapat banyak ilmu dan manfaat yang kemudian
harus saya bagikan kagi kepada ibu-ibu dan calon ibu yang lain.
Subhanallah,
ternyata dengan membagikan apa yang saya ketahui membuat ilmu dan pemahaman
saya makin bertambah. Selain itu, saya jadi banyak belajar untuk memahami dan
menerima beragam karakter dan alasan-alasan yang kadang membuat seseorang
bertindak sesuatu. Dan masih banyak lagi.
Alhamdulillah,
kegiatan yang saya lakukan hampir setiap hari dalam sepekan ini mendapat
dukungan dari suami dan anak-anak, dan hal tersebut tentu saja menjadi
penyemangat yang luar biasa.
Dukanya???
Tidak
semua orang yang diajak akan menerima ajakan dengan tangan terbuka. Kadang ada
saja orang yang mencurigai dan menuduh bermacam-macam. #disitukadangsayamerasasedih
Hebohnya,
ketika berbagi ilmu dengan ibu-ibu guru. Kadang syusyaaahhh membuat mereka
untuk tidak ribut J
Sampai
harus mengetuk-ngetuk papan tulis berkali-kali. Padahal aslinya mereka kan suka
menyuruh siswa mereka diam ketika gurunya menerangkan di depan kelas yaa...
hehehe
Nah,
inilah yang bisa saya bagikan ke teman-teman, semoga bermanfaat.
Berikut
diskusi online-nya (di grup FB IIDN
Makassar):
Mugniar: kasih banyak Kak Ida Sulawati. Mau
tanya à ketika berbagi ilmu dengan ibu-ibu
guru ... ibu-ibu guru apa, dan ilmu apa yang dibagi ke mereka?
Ida
Sulawati: Ada yang
guru Matematika, Biologi dan sebagainya. Mereka (saya juga) belajar memperbaiki
bacaan Al-qur'an dan kadang diselingi dengan ilmu tentang agama.
Oya,
dari kegiatan berbagi ini makin membuat saya sadar, betapa banyaknya
perempuan-perempuan di sekitar kita yang butuh perempuan lain untuk membantu
memahamkan mereka tentang banyak hal. Banyak di antara mereka yang tidak
mengenal "dunia luar" selain dapur, sumur dan kasur saja. Saya jadi
lebih berani berkata, bahwa untuk memperbaiki kualitas generasi muda, harusnya
dimulai dari para ummahat (ibu)
sebagai pembelajaran pertama sebelum para anak dilepas ke sekolah, Mugniar.
Devy Nadya
Aulina Wa
'alaikum salam wa rahmatullahi wa barakatuh. Alhamdulillah, kabar baik Mbak
Ida. Semoga tetap istiqamah berbagi ilmu dan kebaikan. Peluk sayang dan kangen,
Mbak Ida. Semoga suatu saat saya bisa silaturrahiim denga sahabat IIDN
Makassar.
Abby Onety: Komunitas apa namanya komunitas ta' di sengkang kak Ida Sulawati? Apa
ada jadwal khusus bertemu dengan para perempuan lain yang butuh binaan? Bgmn
teknik mengumpulkan mereka? Sebab bukan
hal mudah mengumpulkan orang di lapangan.
Ida
Sulawati: Saya
dibawahi oleh salah satu lembaga muslimah dan aktif di kegiatan-kegiatan kajian
Islam (Wahdah Islamiyah). Ada jadwal yang sudah ditetapkan untuk setiap
kelompok dan kebanyakan dari mereka diajak sama teman yang sudah belajar
sebelumnya.
Naili
Amalia Wa
'alaikumussalam wa rahmatullahi wa barakatuh, Mbak Devy Nadya Aulina : saya
juga senang (dan ingin) belajar lebih banyak mengenai budaya dan bahasa Makassar.
Mumpung masih disini. Empat tahun di sini belum ada perkembangan yang
signifikan hehehe. Mbak Ida Sulawati : bagi juga ilmu pengusahanya dong. Kalau
boleh tahu, tokonya itu masih offline
atau sudah launcing di dunia maya? Pertanyaan
satu lagi ya, Mbak ... proses belajar dan sharing
lintas usia seperti yang Mbak jalani itu apakah ada kendala yang sangat
dirasakan? Kadang dalam komunitas yang saya ikuti di sini, cukup sulit
melakukan pendekatan sama yang usianya jauh di atas saya (boleh dibilang seusia
ibu saya). Bagaimana triknya nih, Mbak?
Ida
Sulawati: Alhamdulillah,
selain offline, penjualan juga sudah saya lakukan via online, Naili Amalia.
Untuk
proses berbagi lintas usia, selama ini saya memakai sistem "memasuki dunia
mereka" (gak tau membahasakannya, hehehe).
Untuk
usia remaja, saya berusaha menjadi teman bagi mereka, belajar dari anak-anak di
rumah tentang perilaku, kebiasaan dan istilah-istilah yang sering mereka pakai
dalam berkomunikasi. Makanya saya sering digelari anak-anak sebagai "nenek
gaul".
Untuk
ummahat/ibu-ibu, saya berbaginya seolah belajar kelompok dengan teman sekelas
(rata-rata mereka seusia saya soalnya). Kalau ada yang lebih tua, saya
memperlakukan mereka seperti ibu yang belajar sesuatu kepada anaknya.
Kendala
yang saya rasakan sampai saat ini adalah faktor kebiasaan yang kadang sulit
mereka rubah terutama dalam segi bahasa. Misalnya pengucapan huruf tanwin yang
seharusnya berbunyi "N" tetapi mereka ucapkan "NG" atau
pengucapan huruf Dzal, Za' dan Dzho yang sangat susah mereka lafalkan karena
bahasa daerah bugis memang tak memakai huruf Z, jadi semua huruf2 tersebut
mereka ucapkan S, begitupun dengan huruf Syin dan Shod.
Memang
butuh kesabaran untuk merubah kebiasaan yang sudah berlangsung sejak
berpuluh-puluh tahun.
Saya
juga belajar membangun "komunikasi" yang tepat untuk individu-individu
yang butuh perhatian khusus dalam proses berbagi ilmu tersebut.
Jadi
sebenarnya, saya belajar dari mereka dulu sebelum berbagi. Menurut saya, kalau
komunikasi bisa terbentuk maka insya Allah semua kendala akan mudah diatasi.
Mugniar: Jadi ingat waktu pertama belajar
menhaji sama guru ngaji yang lidahnya Makassar kental, banyak sekali huruf yang
bunyinya sama. Untungnya kemudian saya diajar oleh mahasiswa IAIN yang menjaga
masjid tempat ngaji dan tajwidnya bagus, jadi bisa membedakan.
Kak
Ida Sulawati, tabe' di', Kak: yang kita' tulis: Kalau ada yang lebih tua,
saya memperlakukan mereka seperti ibu yang belajar sesuatu kepada anaknya.
---> maaf, maksudnya, mereka yang kita'
kondisikan seperti ibu yang belajar ke kita' (anaknya)?
Ida
Sulawati: Iye, seperti itu Mugniar Bundanya
Fiqthiya. Karena ada juga yang usianya sekitar 60-an tahun mi.
Dari proses berbagi ini saya makin
tersadarkan, betapa banyak para ibu (kaum wanita) yang membutuhkan perhatian
kita sesama kaum perempuan dalam berbagai hal. Ada ibu-ibu yang berusia 60an tahun
baru mau belajar mandi junub. Ada juga ibu muda yang sebenarnya cantik tapi
tenggelam dalam rutinitas rumah tangga mereka sehingga terlihat sangat jauh
beda dari.usia yang sesungguhnya dan tidak tau sama sekali bacaan shalat
kecuali alfatihah saja.
Ada
juga ibu muda yang bermasalah dengan suaminya dan hanya bisa menangis di dalam
kamar karena tak tau bagaimana menyelesaikan masalahnya. Jadi selain berbagi
ilmu, saya juga sering berbagi motivasi kepada mereka.
Mugniar:
Waaah barakallah Kak Ida, semoga ki' selalu fit untuk bisa tetap berbagi
dengan ibu-ibu di sana
Ida
Sulawati: Aamiin. Wa
iyyaki, Mugniar. Terimakasih atas doa ta
Aisyah: banyak pelajaran dari postingannya
Ida
Sulawati Terimakasih
Aisyah
Andi Bunga
Tongeng Kak
idaaaaaaaa....orang Wahdah ki' pale.
Ada cerita seruku hehehe. Bapak yang mengantar kami waktu itu ke Sengkang, juga
orang Wahdah. Sepanjang perjalanan Sengkang-Mks malam itu, kami ngobrol terus
sampai tidak ada yang tidur sedikit pun. Saya bilang mau dirukyah, tapi dia
sarankan saya bekam saja dulu.
Andi Bunga
Tongeng, bisa jaki ruqyah diri sendiri. Lazimkan ki
saja membaca ayat kursi, al-falaq dan an-nas serta perbanyak berdzikir dan
istigfar. Waktu saya ruqyah dulu, dianjurkan tiap hari baca Al-Baqarah. Awalnya
saya membaca dengan cara menyicil setiap selesai shalat fardhu, dan setelah
terbiasa, akhirnya saya bisa menyelesaikan membacanya antara shalat magrib dan
isya.
Bekam
memang salah satu cara yang dianjurkan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam
untuk pengobatan. Alhamdulillah, rutinka juga bekam hampir setiap bulan dan
konsumsi madu dan kurma plus habbats saudah. Dulu seringka ke makassar hanya
untuk bekam dan ruqyah.
Aida Al
Fath: semangat trus
ya bu
Ida
Sulawati Terimakasih
Aida Al Fath
0 komentar:
Posting Komentar