[Sabtu Berbagi] Siap-Siap Menghadapi Komentar Pembaca

Materi [Sabtu Berbagi], dibawakan oleh Mugniar pada 11 Oktober 2015 

Sumber: blog.vanillaforums.com
Komentar pembaca terkadang menjadi hal yang tak terduga usai kita menulis. Saya pernah membaca komentar seseorang yang mencela habis sebuah buku antologi padahal dia termasuk kontributor antologi itu. Sedikit aneh memang tapi isi kritiknya masuk akal juga, kalau kita bisa memahami pola pikirnya.

Saya pun beberapa kali menerima komentar yang tidak sesuai dengan keinginan saya di blog. Manusiawilah ya kalau kita inginnya menerima komentar yang sesuai dengan kemauan kita. Bukan mengharap pujian, sih tapi setidaknya jangan menghina, mencela, menggugat, atau menghujat, begitu, hehehe.

Baru-baru ini saya mendapat komentar. Tidak sampai menghina ji iya. Tapi agak-agak gimana gitu membacanya. Ini dia komentarnya:

“Terkadang ada yg terjebak dengan kegiatan kepenulisan ini. Seseorang yg memutuskan menjadi ibu rumah tangga dibanding bekerja agar bisa totalitas mengurus dan memperhatikan keluarga, namun karena kegiatan menulis ini justru banyak menguras waktunya dibanding bekerja, berlama lama di depan lepi, pelatihan, kopdar dll. Mudah mudahan mbak Niar benar benar bisa mengatur waktu sehingga semua bisa berjalan dengan baik.”

Sempat terpikir oleh saya, “Menguras waktu? Oh no ... maksudnya apa? Apakah saya yang dianggapnya mengurasi waktu saya sehingga membengkalaikan keluarga? Dia tak paham kondisi saya. Dia sih enak ... bla bla bla ”

TENG! WAKTUNYA ISTIGHFAR!

Orang berkomentar, bisa saja maksudnya tidak seperti yang ada dalam pikiran kita. Mereka sibuk dengan pola pikir dan membandingkannya dengan keadaan mereka sendiri. Dan kemungkinan besar, maksudnya baik.

Saya pun berusaha untuk menjawabnya dengan baik (toh saya punya hak jawab atau hak menghapus komentar yang keterlaluan). Akhirnya saya menjawab demikian:

"Aamiin ... insya Allah semuanya dikomunikasikan dengan suami, Pak. Kalo suami melarang ya tentu saya tidak ikut. Begitu pun dengan teman2 para emak blogger, tentunya mereka sudah mengkomunikasikannya dengan suami mereka. Para suami pun mengerti kalau istrinya butuh legiatan pengembangan wawasan atau perlu tambahan pemasukan (tentunya berbeda antara rumah tangga yang satu jalur pemasukan sudah amat memadai dengan yang tidak). Terima kasih atas komentarnya :)”

Jadi penulis ataupun blogger, memang mesti punya kendali diri yang oke supaya tidak terlalu sensi menghadapi komentar yang masuk. Kalau pikiran di-set terlalu sensitif dan jadi negative thinking, bisa mengakibatkan kemalasan dalam menulis lagi. Jujur saja, kadang-kadang sulit sih tapi mau tidak-mau hal tersebut harus diusahakan semaksimal mungkin. Kenapa? Karena itu tadi, bisa berdampak buruk pada diri kita. Masak iya kita mesti sibuk memikirkan komentar orang lain sampai-sampai tidak bisa berkarya sementara yang bersangkutan santai-santai saja?

Satu-satunya cara dalam menghadapi komentar-komentar yang tak diharapkan usai menulis hanyalah dengan mencoba berpikiran positif. Anggap saja yang berkomentar sedang bermaksud baik. Walaupun dia tak paham situasi kita, dia tak bermaksud menjatuhkan kita (toh kita tidak bisa juga teriak-teriak padanya dengan mengatakan dirinya pasti tidak mengerti posisi kita?). Karena kalau kita “terjatuh” yang rugi adalah diri kita sendiri. Karena bisa berdampak kepada semangat menulis.

Yuk, siap-siap menghadapi komentar pembaca


*Tulisan ini juga dalam rangka menasihati diri sendiri*

1 komentar:

  1. Ini mah mesti ditanggapi dengan bijak aja, secara pikiran orang memang beda~beda, isbir gitu hehehe

    BalasHapus