[Sabtu Berbagi] Dilema Antologi

Materi [Sabtu Berbagi] ini di-posting tanggal 16 Agustus lalu oleh Mugniar di grup Facebook IIDN Makassar 

(Tadinya ini untuk [Sabtu Berbagi] tapi karena ada deadline yang harus saya kejar kemarin, baru bisa selesai dan di-posting hari ini. Calon antologi IIDN Makassar adalah salah satu hal yang kami bahas pada kopdar tanggal 1 Agustus lalu).

Sumber gambar: www.robohub.org


Temans, biasanya hal pertama yang dilakukan mereka yang ingin serius di dalam dunia tulis-menulis adalah memiliki buku yang diterbitkan oleh sebuah penerbit, di mana di dalam buku itu ada minimal satu tulisannya ikut dimuat. Itulah antologi – buku kumpulan tulisan sejumlah orang.

Antologi adalah bentuk eksistensi dan kebanggaan seseorang yang ingin menjadi penulis, tak terkecuali dengan saya. Selanjutnya, antologi bisa menjadi pengaya portofolio saya. Menjadi bukti keseriusan saya dalam bidang tulis-menulis.

Biasanya yang berperan penting dalam sebuah antologi adalah PJ (penanggung jawab)-nya. Pada kebanyakan antologi, PJ-lah penyeleksi utama tulisan-tulisan yang masuk, editor dan penyusun utama, sekaligus menjadi orang yang paling gigih memperjuangkan supaya antologi itu diterbitkan. Tak jarang, PJ juga menjadi tumbal bagi kegagalan terbitnya sebuah antologi. Dia bisa diburu dan dicaci-maki para kontributornya.

Nah, saya mau menghubungkannya dengan calon antologi kita. Nunu sebagai PJ-nya, tak mungkin kita bebankan tanggung jawab sebesar itu karena keinginan untuk membuat antologi adalah keinginan bersama. Saya pun tak mau disalahkan jika ternyata di belakang hari ada hal-hal yang tidak sesuai harapan terjadi, hehehe.

Calon antologi itu riwayatnya sudah 3 tahun, sejak tahun 2012 lalu. Sudah ada beberapa kali peluang dibuka, ada beberapa perpanjangan waktu tapi sampai sekarang masih terlalu sedikit naskah terkumpul. Seingat saya, Nunu bilang ada 14. Sementara untuk antologi, biasanya naskah yang dikumpulkan sekitar 20 – 25, yang diseleksi dari puluhan hingga ratusan naskah.

Nunu rencananya hendak membuatkan proposal naskah ke Indscript, untuk dilihat dan ditimbang-timbang oleh agensi naskah itu, apakah naskah kita memang layak diterbitkan oleh salah satu penerbit besar (begitu ya, Nu? CMIIW). Kalaupun ada peluang diterbitkan melalui Indscript maka, naskah sejumlah 14 itu tak cukup, harus ditambah lagi.

Namun kita harus bersiap bila naskah kita sulit menemukan jodoh di penerbit besar. Karena realitasnya, tak banyak penerbit besar yang mau menerbitkan antologi. Kalaupun ada, mereka punya tema yang mereka cari dan itu sulit diramalkan.

Untuk apapun kemungkinannya, kita mesti siap:
  • Kalau proposal naskan diterima, naskah harus dilengkapi hingga sekurang-kurangnya 20 naskah.
  • Kalau proposal naskah tidak diterima, kita bisa mengambil langkah penerbitan indie tapi tentunya harus mengeluarkan biaya.
  • Kalau proposal naskah tidak diterima, teman-teman bisa menarik naskahnya atau memberikan naskahnya untuk dimuat di blog IIDN Makassar.
  • Kita butuh editor untuk calon antologi itu. Siapa yang bersedia?
  • Bisa saja ada kemungkinan lain, ada tanggapan? Mau ganti tema, barangkali? Tapi itu berarti mulai lagi dari awal. Bisa saja seperti sekarang ini, sejak penentuan tema 3 tahun lalu, setelah melalui berkali-kali perpanjangan waktu, naskah yang masuk jumlahnya belum memadai, hehehe.
  • Nah, bagaimana teman-teman? (untuk hal ini saya tidak bisa menentukan, keputusan ada pada teman-teman).


0 komentar:

Posting Komentar