Bagaimana
saya mulai menulis? Pertanyaan itu termasuk pertanyaan yang paling banyak
ditanyakan pada saya. Secara pribadi, saya mulai dan bisa menulis karena
kegilaan saya membaca. Terus terang saya tidak pernah secara serius mengikuti
pelatihan menulis. Kalaupun pernah, semua teori yang dipaparkan sekadar masuk
telinga kanan dan keluar telinga kiri. Dari kenyataan itu, saya mengambil
kesimpulan kalau saya termasuk golongan “learning
by doing”
Karenanya
jangan pernah menanyakan teori menulis pada saya karena saya benar-benar tidak
tahu. Lalu bagaimana saya bisa menulis? Ya itu tadi dari kebiasaan saya membaca
dan membaca. Kebiasaan membacaku sejak saya mulai bisa membaca. Saking sukanya
membaca, waktu SD dulu, saya mampu menghabiskan novel Khoo Ping Hoo yang super
tebal itu dalam waktu sehari. Uang jajanku pun habis untuk menuntaskan hasratku
akan bacaan. Tercatat saya menjadi anggota di beberapa tempat penyewaan buku.
Sumber gambar: http://www.juniorstrategy.com/how-to-start/ |
Oke
kembali ke topik. Dari kebiasaan membaca itulah, secara alami otak saya dapat
mengklasifikasikan sebuah tulisan. Apakah tulisan itu bagus atau biasa-biasa
saja. Kebiasaan itu juga membuatku kemudian bisa memberi gambaran bagaimana
agar tulisan yang biasa-biasa saja itu bisa lebih oke. Tanpa sadar saya pun
menjadi seorang pengamat tulisan (waktu kuliah masih sebatas fiksi).
Sebagai
ajang latihan menulis, saya menggunakan diary sebagai medianya. Diary adalah
tempatku curhat-curhatan. Apa saja kutulis di sana. Lagi berantem sama
sahabatku, kutulis. Sebal sama guru, kutulis. Dijewer mama, kutulis. Bertengkar
dengan adik-adik, kutulis. Pokoknya everything…..
Kebiasaan
menilai, mengamati dan memberi masukan serta menulis di diary itu kemudian
memberikan satu kesadaran tersendiri. Kenapa saya tidak kemudian ikut membuat
tulisan yang MENURUTKU bagus? Saya pun menjawab tantangan itu. Dan, lahirlah
sebuah cernak (cerita anak) yang dua hari kemudian dimuat di koran Harian
Pedoman Rakyat. Tulisan pertamaku dimuat di tahun 1994, saat saya duduk di
semester satu.
Sejak
itu saya ketagihan menulis. Hampir tiap minggu tulisanku dimuat di harian
tersebut ataupun Harian Fajar. Qadarallah, kebiasaan menulisku terhenti saat
saya menikah di 1998. Saya kembali aktif menulis di akhir 2011 dan di awal 2012
lahirlah antologi pertamaku, “Terapi Menulis”. Alhamdulillah saat ini saya
telah menghasilkan 4 buku solo, 10 antologi, 2 terjemahan, beberapa tulisan di
media cetak, aktif sebagai contributor tetap sebuah majalah dakwah serta tetap
asyik sebagai ghost writer.
Jadi,
bagaimana saya memulai menulis? Baca, baca dan teruslah membaca maka
engkau pun akan bisa menulis.
NB :
Pengalaman
ini ala saya banget jadi tolong
dimaklumi karena setiap orang mempunyai cara belajar sendiri-sendiri. Dan insya
Allah, seperti dikatakan Niar hasil menulis dipaparkan bukan sebagai ajang
pamer diri namun semata sebagai penyemangat bahwa ternyata ibu-ibu juga bisaji
menulis.
0 komentar:
Posting Komentar