Materi ini di-posting Risya Nurul Qur'ani di grup Facebook IIDN Makassar pada tanggal 17 Mei 2015
Assalamu
alaikum para wanita hebat yang ada di sini.
Sebelumnya saya mohon maaf karena seharusnya postingan untuk sabtu berbagi kemarin terpaksa saya pindahkan hari ini. kemarin saya benar-benar lupa sebab keadaan yang tidak fit namun tetap harus mengikuti rapat penting persatuan tunanetra Indonesia cabang Sul-Sel yang diadakan kemarin sampai maghrib. saya baru ingat ketika Kak Mugniar mengirimkan saya sebuah SMS. padahal beberapa hari yang lalu beliau telah meminta saya untuk mengisi Sabtu Berbagi.
Baiklah,
sesuai tema yang diminta oleh Kak Nir, saya akan berbagi tentang proses
penerbitan buku dan mungkin beserta promosinya.
Sebenarnya
saya belum pantas untuk membawa persoalan ini sih, mengingat saya dibanding Kak
Niar, Kak Marisa dan lain-lain mungkin lebih berpengalaman dalam persoalan ini
dan memiliki jam terbang yang telah begitu padat. Apalagi saya memiliki
pengalaman pahit tentang penerbitan sepahit minum obat-obatan tradisional.
sehingga mungkin saya hanya bisa bercerita tentang pengalaman ini.
Hmmm...
pada suatu hari yang indah, saya yang hobi nulis tiba-tiba kedatangan tamu yang
bernama ide untuk membuat sebuah komunitas pencinta menulis dan sastra di grup
facebook. setelah terbentuk yang anggotanya dari berbagai provinsi di
Indonesia, kami pun mulai semangat mengisinya dengan berbagai tulisan mulai
dari yang tak penting hingga yang agak-agak penting alias kebanyakan cuman aku
yang aktif mengisinya dengan karya-karya saya seperti puisi yang menurutku
masih di bawah standar.
Saya
pun makin gemar ikut kontes nulis tapi selalu gagal hingga tibalah hari naas
itu. Tulisan saya terpilih bersama kesepuluh tulisan lainnya yang berhak di
bukukan dalam kumpulan opini semacam artikel tentang peran Pancasila dalam
globalisasi semacam gitulah. Infonya saya
temukan di grup sebelah, Forum Lingkar Pena.
Setelah
berhasil dibukukan, saya pun dikirimkan buku itu beserta sebuah surat wasiat
yang menyatakan bahwa buku ini akan diperbanyak oleh kementerian ... apalah
saya sudah lupa. Yang jelas intinya mengatakan bahwa kita akan bekerja sama dalam
proses pemasaran buku itu. Padahal yang mengadakan adalah lembaga yang cukup
besar dan terkenal.
Tapi
sampai sekarang kabarnya seolah ditelan bumi secara hidup-hidup. Trus yang kedua, aku ikut lomba cipta
puisi yang bertema tentang ibu. Alhamdulillah puisiku terpilih sebagai salah
satu kontributor buku. Tapi lucunya, untuk memiliki buku itu, saya mesti
memesan atau membelinya dengan harga yang cukup mahal bagi saya yang masih
pelajar waktu itu. Untung ada tabungan, bisa diambil sedikitlah untuk
memilikinya. Yang juara satu dua dan tiga bisa memilikinya gratis satu eksemplar
plus paket penerbitan senilai ...
sekian.
Nah
yang ketiga aku ikut lomba fabel yang diadakan oleh kartunet (karya tunanetra)
- sebuah organisasi tunanetra yang cukup besar di Jakarta dan sangat aktif
dalam mencari solusi permasalahan tunanetra dan juga miliki website yang cukup banyak
dikunjungi. Dalam lomba itu, fabelku terpilih untuk dibukukan. Alhamdulillah
dalam launching pertama, buku itu
laris manis sehingga aku dikirimin
satu ekeamplar buku itu beserta uang royalty-nya,
bahkan di launching kedua saya
diundang ke Jakarta untuk berkumpul dengan penulis-penulis lainnya di gedung Indosat
yang ada di sana. Karena uang saya tak cukup, saya hanya bisa tersenyum ..
hehe. Walaupun buku fabel itu diterbitkan oleh self publishing yaitu
penerbit Kartunet itu sendiri, saya pun sudah senang gitu.
Aku
pun aku makin bertekad sebulat mungkin tanpa berformasi segitiga sama sisi,
akhirnya komunitas menulis yang aku buat di facebook itu akhirnya kami adakan
lomba cerpen dan di setiap cerpen mesti menyelipkan puisi di dalamnya. Lombanya
terbuka untuk baik itu pengurus komunitas kami maupun anggota grup kami itu. Akhirnya
kami pun hanya berhasil mendapatkan 12 cerpen. Tema cerpennya adalah the Miracle of Love Power. Pengen nyeleksi
sih tapi untuk apa diseleksi sedang yang ikut cuman segitu ... hiks. Yah tetap
nekat saja untuk nerbitin
cerpen-cerpen itu. Kami patungan deh sesama pengurus namun yang mau patungan
cuma sekitar enam orang termasuk aku. Dalam
memperjuangkan buku itu saya berjuang seorang diri. Pengurus lain punya banyak dalih
yang katanya sibuk padahal saya pun sibuk kok. Tapi biarlah. Aku pun mengajukan
naskah kami pada penerbit yang dulu menerbitkan buku antologi puisi yang waktu
itu aku ikuti itu loh. Syaratnya naskah harus sudah beres, mereka tinggal
terbitkan dan lay out , sedangkan editing adalah urusan kami. Terpaksa yang edit saya hingga saya
jatuh sakit. Belum lagi aku katanya hanya akan dapat dua buku doang padahal
kami bayarnya ratusan ribu.
Yang
menjengkelkan, proses penerbitannya di luar tempo yang dijanjikan oleh mereka.
Bahkan beberapa bulan kemudian baru selesai. Itu pun hampir saja kubawa ke meja
hijau karena saya kehilangan respon dan kontak dari pihak penerbitan itu. Tiba-tiba
hilang sama sekali. Hingga saya pun berkonsultasi sama Kak Niar dan beliaulah yang
membantu mencari jejak penerbit itu. Seperti lagu aja ya, semakin ku kejar, semakin kau jauh atau judul akan kukejar
sampai ke ujung dunia.
Masalahnya
kami kan sudah bayar dan uang itu bukan uangku doang sementara aku harus
bertanggung jawab kan? Maka galaulah hatiku. Setelah berusaha disertai doa,
akhirnya ketemu juga aku dengan kepala penerbit itu. Setelah ngomong baik-baik
dan mencabut pernyataan saya tentang pernyataan bahwa penerbitannya adalah
penipu, kami pun damai #peace. Dia
meminta maaf kepada saya. Setelah buku itu terbit, dikirimkan ke aku sebanyak
lima buku. Hmmm, mungkin sebagi ganti rugi dan permohonan maaf waktu itu. Dan
sampai sekarang buku itu blum kami perbanyak bahkan masih mau diedit ulang karsena
banyaknya salah editnya. Ditambah lagi
sebagian pengurus yang di luar Makassar sama sekali belum patungan dengan
banyak alasan bahkan nyuruh pake uangku dulu katanya ... waah dapat
dari mana saya uang sebanyak itu, suami saja belum ada hi hi hi.
Jadi
aku sih punya saran jika pengen terbitin buku karya kita, lebih baik pake penerbitan besar/regular seperti Republika,
Mizan, Lingkar Pena yang terkenal gitulah.
Memang sulit nembusnya ya , tapi itulah
tantangan kita sebagai penulis ketimbang kayak aku yang pengen instant yang
ujung-ujungnya jadi kayak mie instant doang..... kalaupun pengen pake self publishing,
lihat-lihat dulu saja bebet bobotnya. Apalagi terkadang self publishing kurang
efektif dalam mempromosi buku kita, maka penulislah yang harus aktif
mempromosinya.
Saya
rasa cukup sekian pengalaman saya. Yang ingin menanggapi silahkan.. monggo .. hehe.. tapi saya tidak 24 jam
loh di depan komputer jadi dimaklumi ya klo terkadang respon dari saya kadang
lama, terkecuali aku ada di hadapan anda secara langsung, hi hi.
Wassalam.
#maaf ya kalau postingan saya cukup garing kayaknya, maaf kalau ada salah kata atau ada kata-kata yang tak berkenan di hati anda. Saya tak bermaksud demikian. Tapi inilah apa adanya diriku dengan cerita pengalamanku ini.
0 komentar:
Posting Komentar