Minggu, 31 Mei 2015

[Sabtu Berbagi] Nahlatul Azhar dan Fiksi

Berikut ini postingan [Sabtu Berbagi] dari Nahlatul Azhar (nama pena dari Sitti Mardiyah) di grup Facebook IIDN Makassar pada tanggal 29 Mei 2015. Nahla ini  cerpen dan puisi karyanya sering dimuat di harian Fajar


Besok sabtu berbagi ya? Minggu lalu ngga sempat hehehe, bukan karena sok sibuk, sebenarnya tidak tahu mau bagi apa juga. Jadwalnya masih besok sih, tapi takut tak sempat posting karena pagi-pagi ke sekolah. 

Selanjutnya... hehehe mau bagi apa ya, sudah lama ngga nulis juga.
Sekian.

Kalau ada yang tanya-tanya baru dijawab deh kalau tidak ada yang nanya alhamdulillah.
Soal fiksi yang bagiku tak semata fiksi sebab keseringan buatnya berdasarkan pengalaman pribadi atau orang lain. Tinggal dipolesi bedak setelahnya. Hmmm gitu aja deh.
Soal ngirim, aku baru berani ngirim ke Fajar dan Cakrawala. Kak Niar besok kalau ada pertanyaan aku usaha jawab deh. Pun ngga bisa-bisa amat. Selamat bermalam Sabtu.

Berikut disarikan dari tanya jawab di grup IIDN Makassar:

Tanya (T): Dikpa Lathifah Nahla ... bagaimana awalnya terjun ke dunia penulisan?

Jawab: awal mula terjun bebas saat SMA. Nulis diary, nulis cerita pake nama anime yang aku tonton. Maklum saat itu suka anime dan gila baca (SMA tapi). Habis itu kan tamat SMA, nah buat janjilah sama hati ntar kalau kuliah kudu gabung dengan organisasi.

T: Arniyati Shaleh: bagaimana pendapat ta tentang plagiator? Kiat tembus media, bagaimana?

J: Ngga bingits deh. Tema atau ide boleh samalah, tapi kalau jalan ceritanya sama persis ya janganlah. Jadi penulis atau terjun ke dunia kepenulisan harusnya sudah menanam dalam hati untuk mengharamkan plagiat. Kiat tembus media dalam hal ini fajar, kenalan sama Fajarnya, kenali bagaimana tulisan yang dimaui, alamatnya apa, aturan tulisan yang dimau apa, dan akhirnya kitim terus sampai dimuat.

T: Mugniar: Tolong dijabarkan bagaimana menulis fiksi yang baik menurut Diyah.

J: Peka dengan keadaan sekitar. Jadi tidak ada alasan bilang tidak ada ide, karena kalau sudah peka, apa saja bisa jadi cerita.

T: Arniyati Shaleh: Bagaimana membangun feel dalam tulisan kita? Bagaimana membentuk tokoh yang berkarakter? Apakah disetiap cerita kita harus menampakkan kepribadian personal kita sebagai manusia?

J: Tidak berani jawab, Bunda soalnya aku juga lemah masalah itu keseringan kebawa suasana hati sendiri (maklum, suka merendah Nahla – red)



Selasa, 19 Mei 2015

[Sabtu Berbagi] Sharing Pengalaman Berantologi dari Risya

Materi ini di-posting Risya Nurul Qur'ani di grup Facebook IIDN Makassar pada tanggal 17 Mei 2015

Assalamu alaikum para wanita hebat yang ada di sini.

Sebelumnya saya mohon maaf karena seharusnya postingan untuk sabtu berbagi kemarin terpaksa saya pindahkan hari ini. kemarin saya benar-benar lupa sebab keadaan yang tidak fit namun tetap harus mengikuti rapat penting persatuan tunanetra Indonesia cabang Sul-Sel yang diadakan kemarin sampai maghrib. saya baru ingat ketika Kak Mugniar mengirimkan saya sebuah SMS. padahal beberapa hari yang lalu beliau telah meminta saya untuk mengisi Sabtu Berbagi.

Baiklah, sesuai tema yang diminta oleh Kak Nir, saya akan berbagi tentang proses penerbitan buku dan mungkin beserta promosinya.


Sebenarnya saya belum pantas untuk membawa persoalan ini sih, mengingat saya dibanding Kak Niar, Kak Marisa dan lain-lain mungkin lebih berpengalaman dalam persoalan ini dan memiliki jam terbang yang telah begitu padat. Apalagi saya memiliki pengalaman pahit tentang penerbitan sepahit minum obat-obatan tradisional. sehingga mungkin saya hanya bisa bercerita tentang pengalaman ini.

Hmmm... pada suatu hari yang indah, saya yang hobi nulis tiba-tiba kedatangan tamu yang bernama ide untuk membuat sebuah komunitas pencinta menulis dan sastra di grup facebook. setelah terbentuk yang anggotanya dari berbagai provinsi di Indonesia, kami pun mulai semangat mengisinya dengan berbagai tulisan mulai dari yang tak penting hingga yang agak-agak penting alias kebanyakan cuman aku yang aktif mengisinya dengan karya-karya saya seperti puisi yang menurutku masih di bawah standar.

Saya pun makin gemar ikut kontes nulis tapi selalu gagal hingga tibalah hari naas itu. Tulisan saya terpilih bersama kesepuluh tulisan lainnya yang berhak di bukukan dalam kumpulan opini semacam artikel tentang peran Pancasila dalam globalisasi semacam gitulah. Infonya saya temukan di grup sebelah, Forum Lingkar Pena.

Setelah berhasil dibukukan, saya pun dikirimkan buku itu beserta sebuah surat wasiat yang menyatakan bahwa buku ini akan diperbanyak oleh kementerian ... apalah saya sudah lupa. Yang jelas intinya mengatakan bahwa kita akan bekerja sama dalam proses pemasaran buku itu. Padahal yang mengadakan adalah lembaga yang cukup besar dan terkenal.

Tapi sampai sekarang kabarnya seolah ditelan bumi secara hidup-hidup. Trus yang kedua, aku ikut lomba cipta puisi yang bertema tentang ibu. Alhamdulillah puisiku terpilih sebagai salah satu kontributor buku. Tapi lucunya, untuk memiliki buku itu, saya mesti memesan atau membelinya dengan harga yang cukup mahal bagi saya yang masih pelajar waktu itu. Untung ada tabungan, bisa diambil sedikitlah untuk memilikinya. Yang juara satu dua dan tiga bisa memilikinya gratis satu eksemplar plus paket penerbitan senilai ... sekian.

Nah yang ketiga aku ikut lomba fabel yang diadakan oleh kartunet (karya tunanetra) - sebuah organisasi tunanetra yang cukup besar di Jakarta dan sangat aktif dalam mencari solusi permasalahan tunanetra dan juga miliki website yang cukup banyak dikunjungi. Dalam lomba itu, fabelku terpilih untuk dibukukan. Alhamdulillah dalam launching pertama, buku itu laris manis sehingga aku dikirimin satu ekeamplar buku itu beserta uang royalty-nya, bahkan di launching kedua saya diundang ke Jakarta untuk berkumpul dengan penulis-penulis lainnya di gedung Indosat yang ada di sana. Karena uang saya tak cukup, saya hanya bisa tersenyum .. hehe. Walaupun buku fabel itu diterbitkan oleh self publishing yaitu penerbit Kartunet itu sendiri, saya pun sudah senang gitu.

Aku pun aku makin bertekad sebulat mungkin tanpa berformasi segitiga sama sisi, akhirnya komunitas menulis yang aku buat di facebook itu akhirnya kami adakan lomba cerpen dan di setiap cerpen mesti menyelipkan puisi di dalamnya. Lombanya terbuka untuk baik itu pengurus komunitas kami maupun anggota grup kami itu. Akhirnya kami pun hanya berhasil mendapatkan 12 cerpen. Tema cerpennya adalah the Miracle of Love Power. Pengen nyeleksi sih tapi untuk apa diseleksi sedang yang ikut cuman segitu ... hiks. Yah tetap nekat saja untuk nerbitin cerpen-cerpen itu. Kami patungan deh sesama pengurus namun yang mau patungan cuma sekitar enam orang termasuk aku.  Dalam memperjuangkan buku itu saya berjuang seorang diri. Pengurus lain punya banyak dalih yang katanya sibuk padahal saya pun sibuk kok. Tapi biarlah. Aku pun mengajukan naskah kami pada penerbit yang dulu menerbitkan buku antologi puisi yang waktu itu aku ikuti itu loh. Syaratnya naskah harus sudah beres, mereka tinggal terbitkan dan lay out , sedangkan editing adalah urusan kami. Terpaksa yang edit saya hingga saya jatuh sakit. Belum lagi aku katanya hanya akan dapat dua buku doang padahal kami bayarnya ratusan ribu.
Yang menjengkelkan, proses penerbitannya di luar tempo yang dijanjikan oleh mereka. Bahkan beberapa bulan kemudian baru selesai. Itu pun hampir saja kubawa ke meja hijau karena saya kehilangan respon dan kontak dari pihak penerbitan itu. Tiba-tiba hilang sama sekali. Hingga saya pun berkonsultasi sama Kak Niar dan beliaulah yang membantu mencari jejak penerbit itu. Seperti lagu aja ya, semakin ku kejar,  semakin kau jauh atau judul akan kukejar sampai ke ujung dunia.

Masalahnya kami kan sudah bayar dan uang itu bukan uangku doang sementara aku harus bertanggung jawab kan? Maka galaulah hatiku. Setelah berusaha disertai doa, akhirnya ketemu juga aku dengan kepala penerbit itu. Setelah ngomong baik-baik dan mencabut pernyataan saya tentang pernyataan bahwa penerbitannya adalah penipu, kami pun damai #‎peace. Dia meminta maaf kepada saya. Setelah buku itu terbit, dikirimkan ke aku sebanyak lima buku. Hmmm, mungkin sebagi ganti rugi dan permohonan maaf waktu itu. Dan sampai sekarang buku itu blum kami perbanyak bahkan masih mau diedit ulang karsena banyaknya salah  editnya. Ditambah lagi sebagian pengurus yang di luar Makassar sama sekali belum patungan dengan banyak alasan bahkan nyuruh pake uangku dulu katanya ... waah dapat dari mana saya uang sebanyak itu, suami saja belum ada hi hi hi.

Jadi aku sih punya saran jika pengen terbitin buku karya kita, lebih baik pake penerbitan besar/regular seperti Republika, Mizan, Lingkar Pena yang terkenal gitulah. Memang sulit nembusnya ya ,  tapi itulah tantangan kita sebagai penulis ketimbang kayak aku yang pengen instant yang ujung-ujungnya jadi kayak mie instant doang..... kalaupun pengen pake self publishing, lihat-lihat dulu saja bebet bobotnya. Apalagi terkadang self publishing kurang efektif dalam mempromosi buku kita, maka penulislah yang harus aktif mempromosinya.

Saya rasa cukup sekian pengalaman saya. Yang ingin menanggapi silahkan.. monggo .. hehe.. tapi saya tidak 24 jam loh di depan komputer jadi dimaklumi ya klo terkadang respon dari saya kadang lama, terkecuali aku ada di hadapan anda secara langsung, hi hi.

Wassalam.

#‎maaf ya kalau postingan saya cukup garing kayaknya, maaf kalau ada salah kata atau ada kata-kata yang tak berkenan di hati anda. Saya tak bermaksud demikian. Tapi inilah apa adanya diriku dengan cerita pengalamanku ini.


Minggu, 10 Mei 2015

Tantangan Menulis di Sharing Kepenulisan Bersama Penulis IIDN Makassar

Waktu Sharing Kepenulisan Bersama Penulis IIDN Makassar Sesi 2, saat saya menjadi salah seorang nara sumber, saya memberikan 1 buku kepada peserta Sharing Kepenulisan yang bersedia menuliskan review dari buku Agar Dicintai Suami Layaknya Sayyida Khadijah. Saat itu Nurmawati menyanggupinya.

Senang sekali, Nurmawati menyanggupinya dan memberikan review-nya di grup FB IIDN Makassar (bisa dibaca di sini). Pada Sharing Kepenulisan Sesi 4 yang berlangsung tanggal 9 lalu, Abby Onety juga memberikan tantangan. Tantangannya adalah menuliskan review acara saat itu dan menayangkannya di blog atau note Facebook para peserta. Satu orang peserta yang beruntung akan mendapatkan buku Sakitnya Tuh Nggak di Sini dari Abby.

Namun pada tanggal 9 kemarin, kami lupa menyampaikan kapan batas akhir review yang akan dinilai. Nah, melalui postingan ini, disampaikan bahwa batas akhirnya adalah tanggal 31 Mei. Nanti, teman-teman informasikan link-nya di postingan Pengumuman Sesi 4 Sharing Kepenulisan Bersama Penulis IIDN Makassar, yah. Di link ini (seperti yang diumumkan tanggal 9 kemarin).






Sharing Kepenulisan Bersama Marisa Agustina dan Abby Onety

Sesi ke-4 Sharing Kepenulisan Bersama Penulis IIDN Makassar​ di Gramedia MaRI tanggal 9 Mei berakhir sudah. Dengan demikian, rangkaian Sharing Kepenulisan bekerja sama dengan Gramedia Mal Ratu Indah juga berakhir.

Foto: dari kamera Abby Onety (taken by Aida)

Kamis, 07 Mei 2015

[Sabtu Berbagi] Ida Sulawati: Perempuan Butuh Perempuan Lain

[Sabtu Berbagi] pada tanggal 2 Mei ini dibawakan oleh Ida Sulawati, seorang ibu yang sudah menjadi nenek, berbisnis kain sutra, dan berdomisili di Sengkang (Kabupaten Wajo).

Sumber gambar: www.beyouinternational.com